Aku hanya seorang wiraswasta. Kami tinggal di Denpasar, Bali. Cerita ini bermula satu setengah tahun lalu, ketika teman kuliah suamiku datang dari Jakarta bersama suaminya. Sebut saja namanya Sally, sedangkan suaminya bernama Tomy. Usia mereka tak jauh berbeda dengan kami. Hari pertama tak ada yang terjadi alias biasa-biasa saja, namun masuk hari kedua, saya mulai mencium ada yang tak beres antara suamiku dengan mbak Sally. Dari tatapan mereka tampaknya ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Tapi saya gak tahu. Sementara mas Tomy kelihatannya cuek aja. Malam ketiga, setelah kami pulang dari santap malam di seputaran Denpasar, saya langsung saja mohon pamit untuk segera beristirahat. Suamiku dan kedua tamu kami masih terus ngobrol.
Tengah malam, saya gak tahu jam berapa, saya merasa haus sehingga bangun. Suamiku belum ada di sampingku. Perlahan aku menuju dapur, namun begitu akan memasuki ruang tengah, ada suara-suara yang tak asing lagi di telingaku dari ruang keluarga. Saya pikir gila juga mas Edy, masa selagi ada tamu ia nonton BF dengan volume yang cukup keras. Dengan sedikit kesal saya berniat untuk menegurnya, namun ketika tanganku baru membuka tirai pintu ruang keluarga, jantungku berdetak kaget. Suamiku memang lagi nonton BF, tapi ia tidak sendirian. Ia nonton bersama kedua tamu kami. Dan yang membuatku kaget adalah mereka sebenarnya tidak peduli dengan film yang ada di layar TV, namun ketiganya lagi asik bercinta bareng! Mbak Sally lagi dikeroyoki oleh suamiku dan suaminya. Kulihat suaminya dari bawah, sementara suamiku “mengerjai” mbak Sally dari atas, maksud saya dari anus mbak Sally. Artinya mbak Sally sedang di”double” penetrate oleh kedua lelaki tersebut.
Napasku kian memburu, antara cemburu dan nafsu, tapi aku berusaha kendalikan diri. Suara mbak Sally seakan mengalahkan volume TV, Ouhhhss, ***** my Ass hole!! Yeah, Edy, dig it deeper… ouhhh… harder….!!! Untuk sesaat aku gak tahu harus berbuat apa sehingga hanya terbengong aja melihat aksi mereka bertiga hingga teriakan histeris mbak Sally yang orgamse membuyarkan lamunanku. Bersamaan dengan itu mas Edy dan mas Tomy mengakhiri pendakian mereka dengan menyemburkan mani mereka ke mulut dan tubuh mbak Sally. Lenguhan kedua lelaki membuat saya segera berjinjit dan segera masuk kembali ke kamar tidur. Rasa hausku hilang, namun ada semacam perasaan aneh yang tak bisa kulukiskan. Saya cemburu suamiku bercinta dengan wanita lain di depan mataku, tapi yang membuat saya bingung suami dari wanita itu juga terlibat dalam aksi seks itu, dan nampaknya mereka sangat menikmati permainan itu. Kutunggu mungkin hampir satu jam ketika suamiku muncul di kamar kami. Saya sengaja tertidur pulas, agar mas Edy tidak mengetahui bahwa saya sebenarnya mengetahui yang baru saja mereka lakukan.
Aroma parfum sabun teraa sangat segar, bertanda ia sudah membersihkan diri. Saya sengaja membalikkan badan dan memeluknya, namun dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Ingin sekali saya bertanya, namun kata-kata sepertinya terpaku dalam mulutku. Suamiku balas memelukku, mencium keningku kemudian langsung tertidur. Ia tentu saja sangat kecapaian. Saya tidak tahu berapa jam mereka bertiga bergelut tadi. Ada perasaan jijik berada dalam pelukannya, namun aku sangat mencintainya. Kehidupan seks kami sangat baik, kami sangat terbuka untuk berdiskusi tentang apa saja mengenai hal ini, bahkan pernah sekali dua kali kami menyinggung tentang tukar pasangan, namun aku tak menanggapinya dengan serius. Aku seorang wanita yang berhasrat seks sangat tinggi, bahkan fantasiku kadang-kadang sangat liar sehingga aku malu untuk mengatakannya pada suamiku sendiri. Namun, malam ini, di depanku sendiri, suamiku memenuhi salah satu fantasinya untuk “mengeroyok” satu wanita bersama laki-laki lain. Dan, impian tergilanya yang hingga kini belum juga saya penuhi, yakni anal seks, terwujudkan bersama mbak Sally. Aku bingung, apakah mbak Sally teriak kenikmatan karena kemaluan suaminya yang bersarang di vaginanya, atau penis suamiku yang mengerjai duburnya? Atau karena dua sensasi yang berbeda itu? Aku semakin penasaran, namun sejujurnya masih ada perasaan aneh yang tak bisa kuungkapkan. Dalam kebingunganku, aku tertidur dalam pelukan suamiku.
Jam enam pagi aku bangun. Suamiku masih terlelap. Demikian juga kedua tamu kami. Segera aku membereskan rumah, dan yang jadi prioritasku adalah ruang keluarga. Namun aku tidak menemukan suatu keganjilan apapun. Semuanya nampak seperti biasanya. Hanya saja sebuah kepingan VCD yang berjudul “Orgy in Paradise” kutemukan di kaki buffet. Kuambil dan mencari boxnya tapi gak kutemukan. Sehingga aku taruh aja di atas player VCD dalam buffet kami. Selesai bersihkan rumah, aku segera menyiapkan sarapan pagi. Jam sudah menunjukkan pikul 07.00 tapi mereka bertiga belum juga bangun. Aku langsung saja mandi, kemudian membangunkan suamiku. “Mas, ayo dong bangun, udah siang nih”! Dengan agak malas suamiku berusaha membuka matanya. “Udah jam berapa nih say?” Ia menanyakannya dengan senyum. “Jam tujuh lewat” kataku langsung memberikannya handuk. “Ayo dong mandi. Ntar gak enak sama mbak Sally dan suaminya loh” Aku berusaha berbicara dengan nada yang wajar. Mas Edy dengan berat hati melangkah menuju kamar mandi.
Jam 07.45 kami semua sudah berada di meja makan. Aku sekali lagi berusaha untuk tampil biasa-biasa saja. “Wah, sepertinya sarapan pagi ini enak sekali. Ada susu, ada telur dan orange juice! Benar-benar favorit kami di Jakarta” mbak Sally membuka pembicaraan. “Ah, biasa aja mbak. Maaf loh, hanya ini yang bisa kusiapkan. Maklum soalnya pagi tadi gak sempat ke pasar. Habis mana mas Edy bangun kesiangan, lagian pembantunya lagi cuti. Praktis hanya kami berdua aja”. “Sorry sayang, aku memang bangun terlambat. Soalnya semalam kami ngobrol sampai larut malam”! mas Edy menimpali sambil tersenyum. Mbak Sally dan suaminya juga demikian. Ada semacam rasa benci dalam hati, namun aku berusaha untuk mengendalikannya. “Mari mbak, mas, silahkan dimakan rotinya, ntar keburu dingin loh” aku mempersilahkan tamuku untuk mulai sarapan. Aku memberikan roti yang telah berisi selai kepada suamiku. “Thanks sayang”. “Wah, beruntung Edy memiliki istri seperti Ana. Cantik dan penuh perhatian lagi!” mas Tomy berujar sambil tersenyum. Aku gak tahu apa arti senyumnya, namun perasaanku mengatakan ada sesuatu yang sebenarnya ingin ia katakan. “O ya mas, rencananya hari ini mau kemana?” tanyaku sambil menatap suamiku. “Belum tahu tuh, mungkin setelah sarapan kita diskusikan lagi. Begitu kan Tomy?” mas Edy menimpali.
“Kalau begitu aku mohon maaf, karena aku harus ke salon hari ini. Jika mas mau antar mbak Sally dan mas Tomy tolong diatur agar mereka tidak kecewa. Sayang sekali karena saya gak bisa ikut dengan kalian. Soalnya sudah terlanjur janjian untuk creambath dengan salon langganan kami”. Sesaat mereka terdiam, tiba-tiba mbak Sally menimpali “mungkin sebaiknya kita istirahat aja di rumah. Gimana menurutmu mas? kasihan mas Edy masih capek!” kata mbak Sally sambil melihat suaminya. “Ide yang baik. Lagian kita tidur kemalaman sih. Ntar siapa yang kuat nyetir?” mas Tomy menjawab. “Gak apa-apa kok, mas Edy udah biasa”! kataku. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk tidak kemana-mana sehingga perasaanku semakin gak karuan. Aku mencoba untuk membuang memoriku semalam, namun semakin jelas dalam benakku episode-episode percintaan mereka semalam.
Aku pamit kepada mereka, berusaha senyum yang wajar dan meninggalkan rumah. Aku sengaja tidak membawa mobil, aku memilih memakai taksi aja. 45 menit berlalu, aku merasa semakin tidak nyaman menunggu giliranku di salon. Akhirnya aku batalkan saja dan pulang ke rumah. Perasaanku semakin tidak karuan sehingga aku meminta sopir untuk berhenti dari jarak seratusan meter. Perlahan aku membuka pagar dan langsung menuju halaman belakang. Rumah nampak sepi, tapi perasaanku deg degkan sekali. Dengan perlahan aku membuka pintu belang, membuka sepatu dan berjinjit masuk ke dalam. Dugaanku benar! Di ruang yang sama mereka mengulangi lagi perbuatan mereka. Kulihat suamiku sedang menjilati vagina mbak Sally, sementara ia memberikan service mulut bagi suaminya. Dalam keadaan siang bolong aku lebih jelas melihat aksi mereka. Aku gak tahu harus berbuat apa, tapi napasku semakin memburu. Aku kesal, marah dan ingin berteriak histeris. Akan tetapi jujur kukatakan ada gairah yang hampir meledak dalam diriku. Aku terbawa oleh suasana. Aku memang sangat bernafsu.
Dalam kebingunganku, sepatu di tanganku jatuh dan mengagetkan ketiganya. “Eh, kamu An..” suamiku kaget. “Maaf ya An, kami tak bermaksud menyakitimu. Kami bertiga udah biasa melakukan ini semenjak kuliah dulu. Ini hanya soal seks aja, gak lebih”. Mbak Sally mencoba untuk mencairkan suasana. Aku terdiam, duduk di sofa, di depan mereka. Sementara mereka masih tetap telanjang, tidak berusaha untuk menutupi aurat mereka. Aku menutup mata, mau menangis, namun tak bisa. Tiba-tiba suamiku memelukku, dan mencium tengkukku. “Maaf say, sekali lagi maaf…” Aku tidak bereaksi, sampai mbak Sally duduk di sampingku dan mulai mencium telingaku. Aku kaget, namun suamiku segera menyumbat mulutku dengan ciumannya. Mbak Sally gak berhenti di sana, tangannya terus bergerilya sehingga dalam sekejap rok dan kaosku sudah terbuka. Aku berusaha meronta, namun tangan-tangan mereka terlalu kuat. Aku mulai merasa sensasi yang luar biasa ketika mbak Sally mencium dan menjilat putingku. Aku hanya bisa berdesah kenikmatan.
Pikiranku buntu, sementara kenikmatan kian menggerogoti tubuhku. Antara sadar dan tidak kurasa ada seseorang yang menarik celana dalamku dan membuka lebar kedua pahaku. Aku lemah. Aku pasrah saja, sehingga ketika ada lidah yang bermain-main di vaginaku aku hanya bisa melenguh, mendesis dan menggigit bibirku. Aku gak tahu lidah siapa yang bermain di sana, namun kuyakin itu bukan milik suamiku. Lambat laun aku pun mulai terbawa oleh gairahku sendiri sehingga aku sudah tidak peduli lagi dengan keadaan. Dalam dekapan tiga pasang tangan, aku orgasme beruntun. Nafasku tak beraturan, tapi aku mulai sadar. Di selangkanganku mas Tomy lagi asik dengan permainannya. Aku kaget, tapi mbak Sally segera menarikku, menciumku dengan ganasnya. Aku gak tahu harus berbuat apa. Baru saja aku terhempas oleh puncak orgasme yang luar biasa, kini aku diserang lagi. Aku kaget, karena tidak pernah berciuman dengan wanita, apalagi ini di depan suamiku sendiri. “Nikmati aja sayang, gunakan fantasi liarmu agar kamu bisa terpuaskan…” suamiku berbisik sambil terus meremas-remas payudaraku. Sementara di selangkanganku, ada sebuah tuntutan yang hampir meledak, ketika mas Tomy mencium anusku. Dengan lidahnya ia mempermainkan daerah sekitar duburku yang membuatku semakin terbang tinggi. Sekali-sekali ia menggigit pantatku, dan berusaha memasukkan lidahnya ke dalam anusku. Sensasinya tak bisa kulukiskan! Dalam puncak kenikmatanku, suamiku mengganti posisi mas Tomy, dan dengan rakusnya dia mencium dan menjilat seluruh pantatku. Ia tak pernah seliar ini, namun aku tak berusaha untuk menahannya.
Aku sedang tenggelam dalam luapan gairah yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Sementara mbak Sally bergantian dengan suaminya bermain dengan puting dan mulutku, suamiku mulai mencoba memasukkan jarinya kedalam anusku. Aku kaget, namun sekali lagi aku tak kuasa menahannya. Hasratku mengalahkan logikaku. Pertama satu jari, kemuadian dua, lalu tiga. Awalnya cuma sodokan pelan, namun lama-kelamaan semakin kencang. Sementara jemarinya keluar masuk di duburku, mas Edy mencium dan menjilat klitorisku dengan ganas. Ingin sekali aku berteriak, namun suaraku tertahan oleh ganasnya serangan mbak Sally di mulutku. Aku terbuai dalam permainan itu, sehingga aku ikuti saja ketika suamiku membalikkanku, dengan posisi nungging ia mulai berusaha untuk menggunakan ******nya di lubang pantatku. Aku hanya pasrah, ketika pelan-pelan ******nya mulai masuk, aku merasa agak nyeri, namun rasa itu segera hilang bersamaan munculnya sensasi yang luar biasa dalam perutku. Suamiku semakin cepat melakukan aksinya, sementara mbak Sally berusaha memberikan rangsangan tambahan dengan mencium memekku.
Ia terus menjilat, dan terus saja menjilat lendir vaginaku yang bercampur dengan ludahnya. Aku ingin berteriak, namun sekali lagi mulutku tersumbat oleh kemaluan mas Tomy. Aku begitu liar, rasioku hilang. Yang ada hanyalah tuntutan kepuasan, desakan untuk segera meledak dari dalam perutku. Akhirnya, puncak itu datang juga. Aku merasakan multiple orgasme yang bertubi-tubi, kenikmatan yang aku ragu bisa mendapatkannya lagi. Dalam erangan puncakku, mas Tomy memuntahkan laharnya dalam mulutku. Aku tersedak, sebagian tertelan. Namun mas Tomy tetap memasukkan ******nya dalam mulutku. Dengan liar aku menjilat dan membersihkan sisa maninya di situ. Belum hilang kenikmatanku, suamiku semakin gencar menyodok pantatku, dan dengan hentakan yang keras ia menumpahkan maninya dalam pantatku. Aku terdampar di pantai kenikmatan yang tak pernah kucapai. Yang kutahu, setelah mencabut ******nya, aku mas Edy menyodorkan barangnya yang baru saja dikeluarkan dari duburku untuk kujilat. Aku gak lagi berpikir normal. Nafsu telah menguasai benakku sehingga tanpa merasa jijik aku langsung menjilat dan mengulum sisa-sisa lendir di batang kemaluan mas Edy.
Sementara itu, mbak Sally mulai pindah dari memekku, kini lidahnya bermain-main di lubang pantatku. Ia membersihkan seluruh cairan yang ada di sana, tanpa meninggalkan bekas. Lalu, dengan sisa-sisa nafsu yang ada ia mencium bibrku, dan dengan agak memaksa ia membuka mulutku dan bermain-main dengan lidahku. Kami terdiam, hanya saling menatap, namun yang jelas, bagiku, suatu petualangan seks telah kumulai. Bahkan dengan sekaligus tiga langkah. Analseks, berorgy dan bercinta dengan wanita. Aku menutup mata, malu, namun ada kepuasan yang tak bisa kulukiskan dengan kata-kata…..